Pengusaha Kapal Masih Pusing
Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) menolak aturan penetapan tarif terbaru angkutan penyeberangan yang hanya naik 11%. Bahkan mengajukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) kepada Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Dalam gugatannya pengusaha angkutan penyeberangan meminta Kemenhub mencabut Keputusan Menteri Perhubungan 184/2022 tentang tarif penyeberangan yang diterbitkan Oktober 2022 lalu, dan kembali menetapkan aturan KM 172/2022. Karena perhitungan tarif yang lebih variatif.
Sekretaris Jenderal Gapasdap Aminuddin Rifai menjelaskan pasalnya penetapan aturan itu belum sesuai dengan kebutuhan pelaku usaha. Dimana seharusnya peningkatan tarif penyeberangan bisa mencapai 35,4% karena kenaikan harga BBM.
"Semestinya itu sesuai dengan Permen 66 Tahun 2019 dasarnya 35,4% dari situ perhitungan dari Harga Pokok Penjualan (HPP)," kata Aminuddin Rifai, kepada CNBC Indonesia, Kamis (15/12/2022).
"Logikanya kenaikan BBM berpengaruh pada pokok produksi di tarif itu sekitar 9% belum pengaruh dari side effect. Kalau side effect dihitung seperti ada pembelian sparepart itu minimal harus ada kenaikan 24%," tambah Rifai.
Dia menjelaskan kondisi bisnis industri penyeberangan belum pulih pasca pandemi. Sehingga dengan kenaikan hanya 11% itu belum cukup dan mempengaruhi ke pendapatan banyak operator.
"Kita jalan memang dengan KM 184 ini tapi dengan strategi dan efisiensi yang ketat. bahkan banyak yang telat bayar gaji karyawan, hingga kapal yang harus di jual. karena memang memang kemampuan mengoperasikan masalahnya," katanya.
Selain itu, dia juga melihat 'badai' Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bisa juga terjadi melihat, sudah banyak operator yang melakukan efisiensi.
"Satu kapal itu hanya beroperasi 14 hari dalam satu bulan jadi memang ada dampaknya dari regulasi ini. karena demand hanya 50% imbas dari pandemi yang belum pulih. kita setengah mati ditambah kenaikan BBM jadi makin berat," jelasnya.
Namun sampai ini belum ada operator yang menghentikan operasinya, melihat ada banyak juga yang bisa melakukan subsidi silang untuk menghidupi rute penyeberangan.
"Secara terang-terangan menghentikan operasi belum ada, tapi itu banyak perusahaan juga yang mengorbankan gaji karyawannya. untuk tidak diterimakan tepat waktu dan jumlah yang berkecukupan, lalu pengambilalihan kapal," katanya.
Selain itu menurut dia dari bukti yang ada banyak perusahaan yang menerapkan operasional di bawah standar. Seperti Merak - Bakauheni, Ketapang - Gilimanuk, Padangbai - Lembar, lalu Tanjung Api-Api - Kaliyan. Dimana ditemukan 80 ketidaksesuaian setiap sample lintasan tersebut.