INDONESIA BERAT KEMBANGKAN LISTRIK ENERGI HIJAU
PT PLN (Persero) mempunyai komitmen dalam menggenjot pengembangan pembangkit listrik yang berasal dari Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Sekalipun terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi perusahaan setrum dalam mengimplementasikannya.
Direktur Manajemen Proyek dan EBT PT PLN Wiluyo Kusdwiharto mengurai beberapa tantangan yang harus dihadapi perusahaan dalam pengembangan EBT di Indonesia. Pertama, terkait program peningkatan dan implementasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Menurut dia, dalam menggenjot porsi pembangkit EBT, maka penggunaan TKDN dengan penguasaan teknologi perlu didukung penguatan SDM dan teknologi yang mumpuni. Mengingat kebutuhan dana yang diperlukan untuk mencapai netral karbon dari sektor pembangkit mencapai US$ 700 miliar hingga 2060.
"Kami dorong pengembangannya supaya pestanya EBT di Indonesia yang nilainya mencapai US$ 700 miliar itu tidak dinikmati oleh orang luar tapi bangsa Indonesia. Untuk itu kami butuh dukungan industri dalam negeri untuk dukungan regulasi supaya local content semakin lama semakin meningkat," ujar dia dalam Webinar: Sustainable Investment (Renewable Energy), Rabu (2/11/2022).
Tantangan kedua yakni mengenai supply & demand. Menurut Wiluyo pengembangan pembangkit juga perlu mempertimbangkan harmonisasi supply and demand, keekonomian, dan keandalan. Kesiapan tidak hanya di sisi penyediaan pembangkit namun juga di sisi pertumbuhan demand.
Ketiga yakni terkait teknologi, tarif dan pendanaan. Wiluyo menilai laju perkembangan teknologi yang sangat cepat berdampak pada keekonomian proyek. Di samping itu ada beberapa tarif pembangkit EBT yang masih di atas pembangit fosil.
"Untuk mempercepat perlu ada semacam konsep bagaimana mengkompensasi selisih tarif pembangkit EBT dengan pembangkit fosil. Untuk itu perlu ada dukungan pemerintah apa perlu badan sendiri yang mengcover selisih ini misalnya melalui carbon tax. Jadi carbon tax kita kumpulkan uangnya untuk mendanai selisih tarif," ujarnya.
Kemudian masalah pendanaan, dengan kebutuhan dana yang mencapai US$ 700 miliar diperlukan dukungan dari berbagai pihak. Pasalnya, tidak memungkinkan apabila pendanaan tersebut hanya mengandalkan kas negara maupun perusahaan.
Tantangan Keempat yakni eksekusi proyek. Wiluyo menilai kemudahan dalam perizinan dan penyiapan lahan sebagai isu pokok dalam eksekusi proyek. Berikutnya, yakni soal kemudahan akses dan lokasi proyek. Ia pun berharap isu ini dapat teratasi. "Sehingga pengemabangan EBT bisa jadi lebih baik lagi," tutupnya.